GTA777 – Selama beberapa tahun terakhir, perangkat wearable telah mengalami kemajuan pesat. Kini, kita memiliki smartwatch yang mampu melakukan berbagai hal, mulai dari analisis EKG dan tekanan darah hingga mendeteksi apnea tidur dan memantau tingkat stres. Bahkan, mungkin suatu hari perangkat ini dapat membaca emosi kita.
Baru-baru ini, tim ahli dari Tokyo Metropolitan University menerbitkan sebuah makalah tentang bagaimana mereka mengukur konduktansi kulit untuk mengidentifikasi emosi. Dalam penelitian tersebut, mereka menganalisis perubahan respons konduktansi kulit yang muncul dari berbagai pengalaman emosional.
Sebagai bagian dari eksperimen, para sukarelawan menonton video yang dirancang untuk memicu tiga jenis respons utama: ketakutan, emosi yang terkait dengan ikatan keluarga, dan kesenangan. Tapi, apa hubungan antara konduktansi kulit dengan emosi? Ternyata, keduanya terkait langsung dengan sistem tubuh kita.
“Ketika seseorang merasakan sesuatu, sifat listrik kulitnya berubah drastis akibat keringat, dan sinyal tersebut muncul dalam satu hingga tiga detik setelah stimulus awal,” jelas tim peneliti. Variasi konduktansi kulit ini diukur menggunakan probe yang dipasang pada jari peserta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasa takut adalah respons emosional yang paling kuat, sementara perasaan terkait ikatan keluarga meningkat secara bertahap dan menghasilkan kombinasi antara kebahagiaan dan kesedihan.
Meski eksperimen ini memiliki keterbatasan, hasilnya membuktikan bahwa perubahan konduktansi kulit dapat digunakan untuk membedakan emosi yang dirasakan seseorang, setidaknya beberapa di antaranya. Namun, spektrum emosi manusia jauh lebih luas dari sekadar ketakutan, kesedihan, dan kesenangan. Masih banyak wilayah yang belum terjamah secara ilmiah.
Para peneliti mencatat bahwa data konduktansi kulit ini dapat berguna untuk membuat prediksi yang signifikan secara statistik tentang apakah seseorang sedang merasa takut atau merasakan kehangatan dari ikatan keluarga.
Menariknya, pengukuran konduktansi kulit ini tidak hanya terbatas pada laboratorium ilmiah. Misalnya, Fitbit Sense, serta seri Charge 5 dan 6, telah dilengkapi dengan sensor aktivitas elektrodermal (EDA). Sensor ini mengukur “perubahan listrik pada tingkat keringat di kulit,” yang pada dasarnya mencerminkan respons tubuh terhadap faktor stres tertentu.
Ini adalah metrik penting karena tingkat keringat di kulit memengaruhi konduktansi kulit dan berkaitan dengan sistem saraf simpatik. Artinya, respons tubuh terhadap faktor eksternal dapat diukur melalui kulit. Dalam kasus Fitbit, sensor EDA pada perangkat wearable-nya mendeteksi tingkat stres tinggi.
“Konduktansi kulit adalah ukuran rangsangan emosional dan menunjukkan perubahan sifat listrik kulit individu akibat keringat yang terkait dengan rangsangan seperti ketakutan, kejutan, dan kesenangan,” tulis makalah penelitian yang diterbitkan di jurnal IEEE Access.
Lalu, kapan kita akan melihat analisis emosi pada smartwatch? Hal ini tergantung pada produsen perangkat dengan sensor EDA. Namun, tim peneliti optimistis terhadap masa depan teknologi ini.
Baca: Apple Watch Series 9: Melangkah Lebih Jauh dalam Menjaga Kesehatan Mental Pengguna
“Digabungkan dengan sinyal lain, tim percaya kita selangkah lebih dekat menuju perangkat yang dapat memahami perasaan kita, dengan potensi untuk pemahaman yang lebih baik tentang emosi manusia,” tulis rilis penelitian tersebut. Mengingat sensor EDA sudah ada pada perangkat massal, hanya tinggal menunggu waktu sebelum perusahaan seperti Apple, Google, atau Samsung mengadopsi ide ini.