GTA777 – TikTok sedang menghadapi krisis eksistensial. Jika “keajaiban” dari Presiden tidak terjadi dan platform ini benar-benar ditutup di AS pada 19 Januari, eksodus besar-besaran pengguna media sosial tak terelakkan.

Aku pernah melihat hal seperti ini terjadi di India. Saat platform dengan 200 juta pengguna tiba-tiba ditutup, banyak yang tidak sempat bermigrasi. Ada yang kehilangan eksistensi digital mereka, ada juga yang tak pernah pulih. Instagram dengan senang hati menyerap para “migran TikTok” ini, dan platform itu pun berkembang pesat.

Namun, Instagram bukan tanpa cacat. Masalah seperti perundungan terarah dan kasus narkoba yang menyeret remaja hanyalah sebagian kecil dari isu yang melibatkan platform ini. Dan kini, mereka akan meluncurkan fitur baru yang, menurutku, hanya akan membuka pintu lebar-lebar untuk perundungan dan mengurangi rasa aman yang dulu ada.

Adam Mosseri, CEO Instagram, mengumumkan adanya tab baru yang memungkinkan kita melihat video Reels yang di-like atau dikomentari oleh teman-teman online kita. Alasannya? Instagram ingin menjadi tempat di mana kamu bisa “menjelajahi minat bersama teman-temanmu.”

Tapi, bukankah Instagram sudah punya fitur serupa?

Kita sudah bisa berbagi Reels melalui grup, baik dengan teman, keluarga, atau kolega kerja. Kita bahkan bisa membuat daftar khusus untuk berbagi konten tanpa harus repot mengirim DM. Selain itu, Instagram juga sudah menunjukkan konten yang disukai teman-teman kita secara cukup mencolok di feed.

Jika salah satu temanku menyukai video lucu, konten itu sering muncul di feed-ku, lengkap dengan foto profil mereka di sudut layar. Sebenarnya, cukup jelas kalau Instagram ingin aku melihat apa yang mereka anggap menarik.

Namun, aku merasa tidak nyaman dengan konsep ini. Tidak semua hal yang disukai oleh orang-orang yang aku kenal cocok untukku. Sekarang, mereka malah menambah ruang khusus yang isinya semua riwayat interaksi video mereka.

Like Itu Lebih dari Sekadar Like

Fitur ini punya potensi menghancurkan esensi “like” itu sendiri. Bagi sebagian orang, like adalah cara untuk mendukung konten kreator, menyemangati teman, atau menunjukkan solidaritas. Bagi yang lainnya, like adalah bentuk keberanian kecil untuk mengekspresikan diri di tempat yang terasa aman dan anonim.

Rasa anonim inilah yang memungkinkan kita menemukan komunitas digital tanpa rasa takut dihakimi. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Computers in Human Behavior, disebutkan bahwa:

“Saat seseorang merasa anonim dalam komunitas online, mereka lebih mungkin untuk mengikuti norma-norma komunitas itu, bahkan jika hal tersebut membawa risiko pribadi.”

Namun, jika rasa anonim itu hilang, keberanian kita untuk berekspresi juga perlahan akan memudar.

Instagram sebenarnya pernah memiliki fitur serupa bernama “Following Tab”, di mana kita bisa melihat aktivitas engagement teman-teman kita. Fitur itu dihapus pada 2019 karena dianggap terlalu invasif. Jadi, kenapa Instagram justru membawanya kembali?

Keamanan Digital yang Mulai Terkikis

Sebagai seseorang yang pernah mengalami perundungan, aku memahami pentingnya ruang aman di internet. Bagiku, like adalah caraku menunjukkan dukungan secara diam-diam tanpa harus membuka diri kepada seluruh dunia.

Namun, fitur baru ini seakan memaksa kita untuk memperlihatkan sisi pribadi yang sebenarnya tidak ingin kita bagikan. Bagi banyak orang, ini bisa berarti kehilangan tempat aman untuk mengekspresikan diri.

Peneliti Rosalind Gill dalam makalahnya berjudul “Being Watched and Feeling Judged on Social Media” menyimpulkan bahwa keterlibatan online seringkali membawa konsekuensi emosional yang kompleks. Dan aku setuju.

Baca: Gadget Kecil Ini Bisa Kloning Suaramu dan Membantu Kamu Berbicara Bahasa Baru

Aku bahkan pernah memberi tahu seorang teman bahwa aktivitas like-nya di konten tertentu muncul di feed-ku. Dia merasa sangat malu, meskipun aku menyampaikannya secara pribadi. Bayangkan jika informasi ini bisa dilihat oleh banyak orang sekaligus.

Fitur baru Instagram ini, menurutku, adalah langkah mundur. Aku berharap mereka setidaknya memberikan opsi untuk keluar dari fitur ini. Semua orang berhak untuk tetap mengekspresikan diri tanpa rasa takut, termasuk aku.

Aku hanya ingin tetap bisa menyukai apa yang membuatku bahagia, tanpa khawatir bahwa dunia akan mengetahuinya. Bagaimana menurutmu?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini